Implikatur Percakapan
1. Pengertian Implikatur
Menurut Mey (dalam Nadar, 2009:60)
implikatur “implicature” berasal dari
kata kerja to imply berarti
menyatakan sesuatu secara tidak langsung sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja ini berasal dari
bahasa Latin plicare yang berarti to fold “melipat”, sehingga untuk
mengerti apa yang dilipat atau yang disimpan harus dilakukan dengan cara
membukanya. Untuk memahami apa yang dimaksud oleh seorang penutur, mitra tutur
harus selalu melakukan interpretasi pada tuturan-tuturan tersebut.
Brown dan Yule (1983:31) menyatakan
bahwa implikatur digunakan untuk memperhitungkan apa yang dimaksud oleh penutur
sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah. Sebagai contoh, jika seorang ibu menyatakan
”Nak, bajumu kotor sekali!” dalam keadaan si anak selesai bermain bola,
tuturan tersebut sesungguhnya bukan hanya bermaksud memberitahukan bahwa baju
anak kotor, melainkan mengimplikasikan sebuah perintah untuk anak agar
mengganti bajunya yang kotor itu dengan baju yang bersih.
Penutur dan
mitra tutur dapat berkomunikasi dengan baik
dan lancar karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang
pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra
tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang
dipertuturkan itu saling dimengerti. (Grice
1975 dalam Rahardi 2005:43) di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and
Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi
yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang
diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan.
Tuturan yang
berbunyi, “Bapak datang, jangan menangis!”.
Tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang
dari tempat tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa
sang ayah yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesuatu
terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Di dalam implikatur, hubungan
antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu
bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada
konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut.
Wijana (1996:37-38) mengungkapkan bahwa
tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian tuturan
yang bersangkutan. Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang
mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu bukan konsekuensi mutlak.
Contohnya sebagai berikut.
A: Aku sekarang
memelihara kucing.
B: Hati-hati
meletakkan daging.
Tuturan B bukan merupakan bagian
dari tuturan A karena tuturan B muncul akibat inferensi yang didasari latar
belakang pengetahuan tentang kucing dengan segala sifatnya, yaitu senang makan
daging.
Song (2010) implikatur dapat diartikan
sebagai tuturan seseorang yang tidak menyampaikan maksud secara langsung
sehingga hal yang dimaksud tidak sama dengan hal yang dikatakan, yang mana
maknanya ditentukan oleh konteks percakapan yang sedang berlangsung. Implikatur
dapat diartikan sebagai tuturan seseorang yang tidak menyampaikan maksud secara
langsung sehingga hal yang dimaksud tidak sama dengan hal yang dikatakan, yang
mana maknanya ditentukan oleh konteks percakapan yang sedang berlangsung.
Pemaknaan tuturan dalam implikatur dapat dibantu oleh “prinsip kooperatif” yang
dibagi atas empat maksim, yaitu kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara.
Kehadiran implikatur dapat ditandai justru dengan adanya pelanggaran terhadap
keempat maksim itu. Berikut ini adalah contoh yang dapat memperjelas pemaparan
di atas.
Istri: Maukah kau membantuku?
Suami: Aku sudah bekerja selama
sembilan jam hari ini.
Konteks: Seorang suami baru saja selesai makan malam dan ingin langsung
menonton TV, dengan meninggalkan istrinya senidirian untuk membersihkan meja
makan dan mencuci piring.
Dalam
tuturan tersebut, kita melihat bahwa jawaban sang suami tidak relevan dengan
pertanyaan sang istri. Sang suami melanggar prinsip relevansi. Hal itu
memunculkan pertanyaan dalam benak kita atau sang istri bahwa ada maksud lain
selain makna literal melalui tuturannya, yaitu sang suami sudah bekerja
seharian sehingga dia merasa sangat lelah dan tidak dapat membantu sang istri.
Implikaturnya adalah sang istri seharusnya tidak meminta sang suami untuk
membantunya karena sudah lelah. Implikatur percakapan muncul dari tuturan
berdasarkan latar belakang konteks tertentu yang berasal dari penutur maupun
mitra tutur, yang mana interpretasinya dipengaruhi oleh pemahaman mereka atas
prinsip kooperatif beserta maksim-maksimnya.
Dalam kaitannya
dengan hal ini, implikatur percakapan digunakan untuk mempertimbangkan apa yang
dapat disarankan atau yang dimaksudkan oleh penutur sebagai hal yang berbeda
dari apa yang tampak secara harfiah. Sebagai contoh interaksi antara A dan B
pada percakapan (1) berikut menunjukkan bahwa B tidak memberikan tanggapan
secara langsung terhadap apa yang dituturkan oleh A, tetapi pernyataan B
tentang adanya rumah makan memberikan implikasi bahwa A (dan B) dapat makan di
rumah makan tersebut beberapa saat sebelum melanjutkan perjalanan.
(1) A : ”Perutku
sakit, lapar sekali.” B : ”Sabar, lima ratus
meter lagi ada rumah makan di sebelah kanan jalan”
Penggunaan
implikatur dalam peristiwa komunikasi didorong oleh kenyataan adanya dua tujuan
komunikasi sekaligus yang ingin dicapai oleh penutur, yaitu tujuan pribadi, yakni untuk memperoleh
sesuatu dari mitra tutur melalui tuturan meminta yang disampaikannya dan tujuan sosial, yakni berusaha menjaga
hubungan baik antara penutur dengan mitra tuturnya sehingga komunikasi tetap
berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, implikatur percakapan adalah sesuatu yang disembunyikan dalam sebuah
percakapan, yakni sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa
secara aktual.
2. Jenis-Jenis Implikatur
Penting dicatat
bahwa penuturlah yang menyampaikan makna lewat implikatur dan pendengarlah yang
mengenali makna-makna yang disampaikan lewat inferensi itu. Kesimpulan yang
sudah dipilih ialah kesimpulan yang mempertahankan asumsi kerja sama (Yule,
2006:70). Jenis-Jenis implikatur terbagi menjadi (a) implikatur percakapan
umum, (b) implikatur berskala, (c) implikatur khusus, dan (d) implikatur
konvensional.
a. Implikatur Percakapan Umum
Pada jenis implikatur ini, tidak
ada latar belakang pengetahuan khusus dan konteks tuturan yang diminta untuk
membuat kesimpulan yang diperlukan.
Contoh:
(1) Santi : “Apakah Anda
mengundang Bela dan Andi?” Feni : “Saya mengundang Bela.”
Jika pengetahuan khusus tidak dipersyaratkan
untuk memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, seperti pada contoh di
atas, maka hal ini disebut implikatur percakapan umum.
b. Implikatur Berskala
Informasi tertentu selalu
disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu
skala nilai. Ini secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk
mengungkapkan kuantitas. Seperti istilah semua, sebagian besar, banyak, beberapa,
sedikit, selalu, sering, dan kadang-kadang. Ketika sedang bertutur, seorang
penutur memilih kata dari skala itu yang paling informatif dan benar (kualitas
dan kuantitas).
Contoh:
(2) A : “Saya sedang belajar ilmu
bahasa dan saya telah melengkapi beberapa mata pelajaran yang
dipersyaratkan.”
Dengan memilih kata beberapa
dalam contoh di atas, penutur menciptakan suatu implikatur (tidak semua).
Inilah yang disebut sebagai implikatur berskala. Salah satu ciri yang terlihat
pada implikatur berskala ialah apabila penutur mengoreksi diri mereka sendiri
tentang beberapa rincian, seperti contoh berikut.
Contoh:
(3) B : “Saya membeli beberapa
dari perhiasan ini di Hongkong. Saya kira sebenarnya saya membeli sebagian
besar perhiasan ini di sana.
Dalam tuturan di atas pada awalnya mengatakan
beberapa, tetapi ia kemudian mengoreksi dirinya sendiri dengan sebenarnya
menyatakan sebagian besar.
c. Implikatur Percakapan Khusus
Pada contoh-contoh sebelumnya,
seluruh implikatur telah diperhitungkan tanpa adanya pengetahuan khusus
terhadap konteks tertentu. Akan tetapi, seringkali percakapan kita terjadi
dalam konteks yang sangat khusus di mana kita mengasumsikan informasi yang kita
ketahui secara lokal.
Contoh:
(4) Riki : “Hei! Apakah kamu akan
datang di pesta nanti malam?” Tomi : “Orangtuaku akan mengunjungiku.”
Untuk membuat jawaban Tomi
relevan, Riki harus memiliki persediaan sedikit pengetahuan yang diasumsikan
bahwa salah satu orang dalam percakapan ini mengharapkan sesuatu hal yang akan
dikerjakan. Tomi akan menghabiskan malam itu bersama orangtuanya, dan tentunya
Tomi tidak bisa datang ke pesta.
d. Implikatur Konvensional
Kebalikan dari seluruh implikatur
percakapan yang dibahas sejauh ini, implikatur konvensional tidak didasarkan
pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim. Implikatur konvensional tidak harus
terjadi dalam percakapan, dan tidak bergantung pada konteks khusus untuk
menginterpretasikannya.
Contoh:
(5) Santi : “Denis belum datang
ke pesta ini.”
Implikatur konvensional ialah
bahwa situasi pada waktu itu diharapkan berbeda, atau mungkin sebaliknya di
waktu yang akan datang. Pada contoh di atas penutur menghasilkan suatu
implikatur bahwa dia mengharapkan pernyataan, “Denis datang ke pesta‟.
Fungsi Implikatur terhadap Interpretasi
Levinson dalam Rusminto dan
Sumarti (2006:67) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat empat sumbangan
implikatur percakapan terhadap interpretasi tindak tutur tidak langsung, yakni
a. Implikatur percakapan dapat
memberikan penjelasan fungsional yang bermakna terhadap fakta-fakta kebahasaan
yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik formal.
b. Implikatur percakapan dapat
memberikan penjelasan eksplisit terhadap adanya perbedaan antara tuturan yang
dituturkan secara lahiriah dengan pesan yang dimaksudkan, sementara pesan yang dimaksudkan tersebut dapat saling dimengerti
dan dipahami oleh penutur dan mitra tutur, seperti pada contoh percakapan
berikut:
(2) A : ”Pukul berapa sekarang?” B : ”Lima menit lagi acara gosip
dimulai.”
Kedua kalimat di atas tidak berkaitan secara
konvensional, namun pembicara B sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikan
sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara A, sebab dia sudah mengetahui
pukul berapa acara gosip dimulai.
c. Implikatur percakapan dapat
menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan antarklausa meskipun
klausa-klausa tersebut dihubungkan dengan kata-kata hubung yang sama seperti
pada contoh berikut.
(3) Panji bangun tidur dan
merapikan tempat tidurnya.
(4) Kakak membaca buku dan adik
bermain bola.
Meskipun kedua kalimat di atas
menggunakan kata hubung yang sama dan, kedua kalimat tersebut memiliki hubungan
klausa yang berbeda.
Contoh pada kalimat (3),
susunannya tidak dapat dibalik, sedangkan pada kalimat (4) dapat dibalik
menjadi (4a) Adik bermain bola dan kakak membaca buku.
Hubungan klausa kedua kalimat
tersebut dapat dijelaskan secara pragmatik dengan menggunakan dua perangkat
implikatur yang berbeda, yaitu pada kalimat (3) terdapat hubungan ‟lalu‟,
sedangkan pada kalimat (4) terdapat hubungan ‟demikian juga‟.
d. Implikatur percakapan dapat
menjelaskan berbagai macam fakta yang secara lahiriah tidak berhubungan dan
saling berlawanan. Implikatur percakapan dapat menjelaskan mengapa kalimat
pernyataan seperti pada contoh (5) dapat saja bermakna kalimat perintah seperti
pada contoh (6). (5) ”Kotor sekali bajumu.” (6) ”Banyak kotoran di bajumu,
cepat cuci bajumu itu!”
Perlu digarisbawahi adalah bahwa
dalam memahami implikatur percakapan, penutur dan mitra tutur harus memiliki
pemahaman yang sama tentang kenyataankenyataan tertentu yang berlaku dalam
kehidupan. Pada contoh percakapan (1), misalnya, untuk dapat memahami
implikatur dalam percakapan tersebut diperlukan pemahaman bersama antara
penutur dan mitra tutur bahwa di rumah makan mereka dapat mengisi perut yang
lapar sebelum melanjutkan perjalanan lagi dan bahwa jarak lima ratus meter
bukanlah jarak yang jauh dari perjalanan mereka.
Grice dalam
Rusmito dan Sumarti (2006:69) mengemukakan bahwa untuk sampai pada suatu
implikatur percakapan, penutur dan mitra tutur harus mengembangkan suatu pola
kerja sama yang mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga
terjadi kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur demi
keberlangsungan komunikasi sesuai dengan yang diharapkan . pola kerja sama tersebut
dikenal sebagai prinsip kerja sama. Di samping itu, Grice juga mengingatkan
bahwa prinsip kerja sama tersebut perlu dilengkapi dengan prinsip yang lain
yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam
komunikasi, yakni prinsip sopan santun.
1.
Simaklah cuplikan dialog interaktif Mata Najwa episode 100 Hari Anis-Sandi – Kontroversi Tanah Abang, hari Rabu, tanggal
24 Januari 2018 berikut ini!
Konteks:
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno diundang ke
acara live Mata Najwa, Rabu (24/1/2018). Undangan talk show tersebut menyoroti
100 hari kerja pemimpin DKI Jakarta. Pada kesempatan ini, Najwa tampak
membombardir Anies dengan berbagai pertanyaan tentang permasalahan di ibukota.
Tentukan
jenis implikatur dan implikasi tuturan presenter atau bintang tamu dalam acara Mata Najwa episode 100 Hari Anis-Sandi – Kontroversi Tanah Abang, Rabu, 24 Januari
2018?
2. Buatlah satu contoh tuturan yang mengandung implikasi
berdasarkan jenis-jenis implikaturnya!
Transkip Cuplikan Dialog (detik ke 08.00 sampai
13.05)
(Semua bertepuk tangan II)
Najwa :
Selamat malam! Yang baru saja Anda saksikan adalah rekaman Mata Najwa
bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 2 hari lalu di Pasar Tanah
Abang. Dan kini sudah hadir di studio Mata Najwa, Gubernur Anies Baswedan,
tepat di 100 harinya memegang tampuk Ibukota Negara. Selamat malam, Mas
Anies!
bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 2 hari lalu di Pasar Tanah
Abang. Dan kini sudah hadir di studio Mata Najwa, Gubernur Anies Baswedan,
tepat di 100 harinya memegang tampuk Ibukota Negara. Selamat malam, Mas
Anies!
Pak Anies :
Selamat malam.
Najwa :
Terima kasih, sudah hadir di Mata Najwa.
Pak Anies :
Terima kasih, sudah mengundang persis di hari ke 100.
Najwa :
Kebetulan, yang tidak juga kebetulan. Persis 100 hari dan ada banyak isu yang
mau dibahas. Dan saya ingin kita mulai satu-satu.
mau dibahas. Dan saya ingin kita mulai satu-satu.
Pak Anies :
Siap.
Najwa :
Dimulai dari yang barusan kita saksikan. 2 hari yang lalu kita ke Tanah Abang,
kurang dari 30 menit ada 3 orang menghampiri Anda dan protes atas kebijakan
yang Anda lakukan, Pak Gubernur. Apakah ini artinya kebijakan itu tidak
dipikirkan secara matang?
kurang dari 30 menit ada 3 orang menghampiri Anda dan protes atas kebijakan
yang Anda lakukan, Pak Gubernur. Apakah ini artinya kebijakan itu tidak
dipikirkan secara matang?
Pak Anies :
Inilah kenyataan di lapangan. Justru ketika seperti itu, ini ditempatkan
sebagai
feed back bahwa kita mencoba menyelesaikan masalah, kemudian ada muncul
reaksi. Dan karena kita datangnya pagi, kebanyakan dari pembeli maupun
penjual belum muncul di situ. Jadi ini sebagian. Dan saya ingin sampaikan…
feed back bahwa kita mencoba menyelesaikan masalah, kemudian ada muncul
reaksi. Dan karena kita datangnya pagi, kebanyakan dari pembeli maupun
penjual belum muncul di situ. Jadi ini sebagian. Dan saya ingin sampaikan…
Najwa :
Sudah agak ramai waktu itu kita datang, Mas.
Pak Anies :
Ketika itu belum apa-apa.
Najwa :
Ketika datang, sudah mulai buka-buka.
Pak Anies :
Mbak Nana berapa kali ke Tanah Abang? Kalau datang ke sana siang, woo lebih
ramai lagi.
ramai lagi.
Najwa :
Jadi artinya 3 orang yang datang itu, yang protes kepada Anda bukan cerminan
keadaan sesungguhnya?
keadaan sesungguhnya?
Pak Anies :
Nah itulah kenapa kita perlu metode ilmiah kalau mendapatkan pendapat.
Karena itulah kita pakai survey untuk mereview. Kenapa perlu survey? Agar
sampel yang kita dengar adalah sampel yang mewakili populasi. Karena kalau
tidak, berbahaya! Nanti kita pada kesimpulan, ‘o ini bener, o ini salah!’.
Kenapa? Karena kita mendengar dari yang tidak tepat. Tetapi, valid apa yang
mereka katakan untuk jadi feed back. Karena tujuan kita, saya ingin jelaskan
sedikit. Kenapa kita melakukan kebijakan ini? Tanah Abang itu adalah pusat
untuk kegiatan perbelanjaan, tapi juga pusat untuk kegiatan pindah transportasi.
Karena itulah kita pakai survey untuk mereview. Kenapa perlu survey? Agar
sampel yang kita dengar adalah sampel yang mewakili populasi. Karena kalau
tidak, berbahaya! Nanti kita pada kesimpulan, ‘o ini bener, o ini salah!’.
Kenapa? Karena kita mendengar dari yang tidak tepat. Tetapi, valid apa yang
mereka katakan untuk jadi feed back. Karena tujuan kita, saya ingin jelaskan
sedikit. Kenapa kita melakukan kebijakan ini? Tanah Abang itu adalah pusat
untuk kegiatan perbelanjaan, tapi juga pusat untuk kegiatan pindah transportasi.
Najwa :
Ya.
Pak Anies :
Kereta api, Stasiun Tanah Abang, itu barat timur semua ke sana, 178.000 per
hari di situ. Dan mereka keluar, di depan mana? Jalan Jati Baru Raya.
hari di situ. Dan mereka keluar, di depan mana? Jalan Jati Baru Raya.
Najwa :
Oke.
Pak Anies :
Kemudian pasar ada juga. Nah jadi kita, yang mau kita lakukan adalah,
mengelola agar lalu lintas orang yang datang ke Stasiun Tanah Abang dan
kegiatan perbelanjaan bisa dikelola dengan baik.
mengelola agar lalu lintas orang yang datang ke Stasiun Tanah Abang dan
kegiatan perbelanjaan bisa dikelola dengan baik.
Najwa :
Dengan cara menutup ruas jalan di depan stasiun dan kemudian agar trotoarnya
lancar dengan orang. Itu salah satu…
lancar dengan orang. Itu salah satu…
Pak Anies :
Bukan! Bukan! Dengan cara membuka trotoar dari PKL.
Najwa :
Membuka trotoar dari PKL.
Pak Anies :
Iya begitu.
Najwa :
Sehingga kemudian orang bisa lalu pendestrian bisa lancar.
Pak Anies :
Betul.
Najwa :
Baik, yang hari itu juga Mas Anies, Anda didemo? Kita lihat dulu demo angkot
terhadap pemerintah provinsi. Berikut ini.
terhadap pemerintah provinsi. Berikut ini.
(Tayangan video rekaman demo angkot)
Najwa :
Bagaimana, Pak Anies?
Pak Anies :
Sebetulnya kalau komentar itu di Jalan Jati Baru, itu pas. Kenapa? Karena kita
melakukan rekayasa Jati Baru Raya. Coba lihat Jati Baru 10! Itu sudah nggak
ada lagi jalan! Seratus persen dipakai untuk perdagangan bertahun-tahun. Dan
tidak ada dari kita yang bicara, ‘jalan itu dipakai untuk dagang’. Jati Baru 10,
yang persis di sampingnya.
melakukan rekayasa Jati Baru Raya. Coba lihat Jati Baru 10! Itu sudah nggak
ada lagi jalan! Seratus persen dipakai untuk perdagangan bertahun-tahun. Dan
tidak ada dari kita yang bicara, ‘jalan itu dipakai untuk dagang’. Jati Baru 10,
yang persis di sampingnya.
Najwa :
Oke.
Pak Anies :
Jadi memang, ini adalah satu solusi yang akan menimbulkan keseimbangan
baru. Keseimbangan baru artinya apa? Yang selama ini terbiasa dengan pola rute
kendaraan, bergeser. Yang selama ini terbiasa dengan jalan kaki, ada pergeseran.
Yang mau ke grosir ada pegeseran. Jadi memang, perlu waktu untuk
menyesuaikan. Karena apa? Ini sebuah tata kelola baru yang sedang kita
lakukan.
baru. Keseimbangan baru artinya apa? Yang selama ini terbiasa dengan pola rute
kendaraan, bergeser. Yang selama ini terbiasa dengan jalan kaki, ada pergeseran.
Yang mau ke grosir ada pegeseran. Jadi memang, perlu waktu untuk
menyesuaikan. Karena apa? Ini sebuah tata kelola baru yang sedang kita
lakukan.
Najwa :
Ini kan sudah satu bulan ya, Mas Anies. Baru satu bulan.
Pak Anies :
Betul
Najwa :
Dan kemudian evaluasi-evaluasi tentunya dilakukan oleh pemerintah provinsi.
Pak Anies :
Betul.
Najwa :
Yang juga melakukan evaluasi adalah Dirlantas Polda Metro Jaya. Dan spesifik
Dirlantas merekomendasikan, kita akan tunjukkan. Agar mengubah kebijakan
ini. Menurut Dirlantas ini dampaknya tidak sedikit. Dari mulai macet,
kecelakaan, semrawut. Apakah pemprov akan mengikuti rekomendasi dari polda
untuk membuka kembali jalan?
Dirlantas merekomendasikan, kita akan tunjukkan. Agar mengubah kebijakan
ini. Menurut Dirlantas ini dampaknya tidak sedikit. Dari mulai macet,
kecelakaan, semrawut. Apakah pemprov akan mengikuti rekomendasi dari polda
untuk membuka kembali jalan?
Pak Anies :
Tentu kita akan bicara dengan semua pihak. Jadi kita melakukan survey itu
rutin.
Jadi setiap 2 minggu kita survey, kita kumpulkan datanya, termasuk data tentang
lalu lintas.
Jadi setiap 2 minggu kita survey, kita kumpulkan datanya, termasuk data tentang
lalu lintas.
……..
Komentar
Posting Komentar