Menggali Makna “Sangkan Paraning Dumadi”



Kata dhandhang bukan berarti dhandhang untuk memasak air. Dhandhang merupakan gegadhangan yang berarti cita-cita. Sedangkan gula adalah makanan sehari-hari yang rasanya manis. Maka Dhandhanggula  dapat bermakna harapan baik/ hidup yang indah, manis dan bahagia. Dhandhanggula mengajarkan kepada anak bahwa sedih bahagia itu seperti roda yang bergiliran menunggu waktunya. Selain watak luwes, tembang ini juga mempunyai watak yang senang, indah dan sangat cocok untuk kondisi apapun. Di bawah ini adalah contoh karya sastra berupa syair macapat dhandhanggula yang diciptakan oleh Syekh Siti Jenar.
Sangkan Paraning Dumadi
Kawruhana sejatining urip
Urip ana jroning alam donya
Bebasané mampir ngombé
Umpama manuk mabur
Lunga saka kurungan neki
Pundi péncokan bénjang
Awja kongsi kalèru
Umpama lunga sesanja
Njan-sinanjan ora wurung bakal mulih
Mulih mula mulanira
Berikut ini adalah terjemahan dari syair macapat dhandhanggula “Sangkan Paraning Dumadi”
Ketahuilah sejatinya hidup
Hidup di dalam alam dunia
Ibarat mampir minum
Ibarat burung terbang
Pergi dari kurungannya
Di mana tempat hinggap besok
Jangan sampai keliru
Umpama pergi bertandang
Saling bertandang yang pasti bakal pulang
Pulang ke asal mulanya
Purwadi (2009: 195-196) menyatakan bahwa orang Jawa tidak memisah-misahkan nilai-nilai luhur yang dimilikinya yakni nilai religius, nilai filosofis, nilai etis, dan nilai estetis, pada dasarnya hanyalah cerminan dari nilai-nilai etis yang menyangkut tata karma dan nilai kehidupan sehari-hari. Makna Kawruhana sejatining urip merupakan suatu nasihat agar manusia dapat menghayati arti hidup yang sebenarnya. Urip ana jroning alam donya diartikan bahwa manusia itu hidup di bumi ini sebagai ciptaan Tuhan. Bebasané mampir ngombé bermakna bahwa hidup manusia di bumi ini tidak lama sampai ratusan bahkan ribuan tahun. Syekh Siti Jenar mengibaratkan hidup di dunia seperti ini diibaratkan mampir untuk minum. Mampir berarti bersinggah sebentar; tidak lama dan segera melanjutkan perjalanan menuju ke suatu tujuan. Umpama manuk mabur/ Lunga saka kurungan neki/ Pundi péncokan bénjang/ Awja kongsi kalèru/ juga mengibaratkan hidup manusia seperti seekor burung yang terbang, pergi melayang-layang di angkasa untuk mencari makanan. Setelah terbang mengangkasa, burung pasti akan kembali ke sangkarnya. Namun jangan sampai lupa dan salah pulang ke sangkarnya. Umpama lunga sesanja bermakna seperti seseorang yang pergi bertandang (sanja) ke suatu tempat. Bertandang diartikan sebagai perjalanan hidup manusia di bumi saat ini, mengarungi zaman sebagai bagian dari peziarahan hidup. Njan-sinanjan ora wurung bakal mulih/ Mulih mula mulanira/ sebagai perjalanan hidup manusia yang saling bertandang atau saling membantu menikmati hidup yang indah ini, tetapi kebahagiaan di dunia tidak lama. Maka setiap manusia harus pulang ke asalnya, yaitu kepada Tuhan Sang Pencipta (Gusti Kang Murbeng Dumadi).    
            Hidup manusia itu ibarat numpang minum yang hanya sebentar saja. Waktu yang sebentar ini yang harus digunakan oleh setiap manusia untuk memperbanyak bekal kehidupan di akhirat. Maka jangan sampai manusia hanya mengejar kenikmatan dunia yang sementara dengan mengorbankan kenikmatan akhirat yang lebih abadi. Syair “Sangkan Paraning Dumadi” / asal dan tujuan hidup manusia memiliki dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Dimensi vertikal sebagai hubungan manusia dengan Tuhan, sementara horisontal hubungan manusia dengan sesamanya sebagai makhluk hidup. “Sangkan paraning dumadi” merupakan perjalanan spiritual yang tidak akan lepas dari laku utama seperti saling menolong, menghargai, tulus, jujur, tidak merugikan orang lain, dan sebagainya untuk memperoleh kesempurnaan hidup.   

            Bundsgaard & Lindo (2000: 8) mengatakan bahwa ekolinguistik dialektikal adalah studi tentang bahasa dengan tiga dimensi praksis sosial ideologis, sosiologis dan biologis. Sejalan dengan itu maka syair di atas juga dipengaruhi oleh tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideologis, dimensi sosiologis dan dimensi biologis. Dimensi ideologis yang tampak dalam syair di atas adalah nilai pendidikan rohani. Tuhan hanya sebagai kausa prima (penyebab pertama) dalam proses penciptaan manusia. Sementara perbuatan baik atau buruk yang dilakukan manusia merupakan kehendak masing-masing. Kematian itu kenyataan hidup yang perlu dihadapi secara arif sebab ada kehidupan kekal setelah kematian. Perjalanan spiritual merupakan proses upaya manusia mencapai tataran kebebasan untuk merdeka dari segala bentuk keterikatan yang membelenggu, baik jasmani maupun rohani. Jika seseorang sudah bebas dari peziarahan di bumi, maka setelah melalui beberapa tahap akan bertemu dan bersatu dengan Tuhan (manunggaling kawula Gusti). 
            Dimensi sosiologis yang terdapat dalam syair di atas, yaitu pembentukan tatanan sosial. Salah satu pendekatan syiar ajaran Islam yang dilakukan Syekh Siti Jenar adalah dengan membuat syair macapat dhandhanggula tentang hakikat hidup sejati. Melalui syair tersebut, secara tidak sadar telah mempengaruhi masyarakat Jawa mengenal Islam lebih dalam. Wejangan sangkan paraning dumadi bertujuan untuk membentuk, mendidik, dan mengajarkan nilai-nilai ajaran luhur, sehingga menjadi tananan masyarakat yang saling membantu, menghargai, dan berbela rasa terhadap sesama, terutama yang sudah meninggal dunia. Pada syair tersebut, secara garis besar memiliki makna hakikat kematian, ahkir dari kehidupan di bumi. Hidup manusia itu ibarat numpang minum yang hanya sebentar saja. Waktu yang sebentar ini yang harus digunakan oleh setiap manusia untuk memperbanyak bekal kehidupan di akhirat. Maka jangan sampai manusia hanya mengejar kenikmatan dunia yang sementara dengan mengorbankan kenikmatan akhirat yang lebih abadi. Kabar kematian pada masyarakat Jawa diumumkan secara gethok tular (kabar dari mulut ke mulut) atau menggunakan kentongan dengan bunyi cugag sebanyak 3 kali. Lalu semua orang sekitar melayat, dan setelah acara pemakaman mereka harus mandi besar (grujugan) untuk menghilangkan sarap sawan (hal yang tidak diinginkan). Lalu keluarga bersama dengan masyarakat mengadakan selamatan kematian untuk membantu seseorang yang meninggal diampuni dosanya.         
            Dalam syair macapat dhandhanggulaSangkan Paraning Dumadi” tampak dimensi biologis. Unsur-unsur biologis yang ada di dalam syair tersebut yaitu alam donya (alam dunia),
ngombé (minum air), manuk (burung), dan péncokan manuk (dahan pohon). Alam dunia merupakan tempat manusia mengaruhi hidup yang dipenuhi dengan segala isinya seperti air, api, tanah, angin, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan sebagainya. Alam donya di dalam syair ini sudah dapat menjelaskan secara lengkap tentang alam semesta dengan segala isinya. Allah melihat segala sesuatu yang telah ia buat dan lihat! Semuanya itu sangat baik adanya.        
            Maka pengkajian syair macapat dhandhanggulaSangkan Paraning Dumadi” harus dimaknai dalam hidup sehari-hari. Sikap hidup saling menolong, menghargai, dan menghormati kehadiran orang lain merupakan bekal untuk kehidupan setelah di dunia ini. Oleh karena itu ajaran ini sangat relevan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Yogyakarta, 17 April 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Nusantara "Lembu Suro"

Cerita Rakyat Nusantara "Batu Golog"

Cerita Rakyat Nusantara "Pangeran Purbaya"