Cerita Rakyat Nusantara "Kisah Kerajaan Bengkulu"
Cerita Rakyat Daerah
Bengkulu
1. KISAH KERAJAAN
BENGKULU
Pada suatu hari ada seorang Raja
Menawar Keling yang gagah perkasa. Ia berlayar di sepanjang lautan dari
kerajaan di India menuju ke Kerajaan Aceh. Maksud kedatangan Raja Menawar
Keling karena ingin melamar putri Ratu Aceh yang bernama Nyak Dara Putih. “Hai
Raja Menawar Keling, jika engkau ingin menikah dengan putriku, hendaknya engkau
menjadi seorang muslim!”, kata Ratu Aceh. Saat itu juga Raja Menawar Keling
bersedia berganti agama menjadi Islam secara sah. Kemudian Raja Menawar Keling
dengan Ratu Nyak Dara Putih menjadi pasangan suami istri yang disaksikan oleh
rakyat Aceh. Lalu mereka berdua memutuskan untuk pindah ke wilayah selatan
yaitu daerah Sungai Serut untuk mendirikan kerajaan baru. Di daerah tersebut
masih banyak rimba yang sangat lebat, sehingga belum banyak penduduk yang
tinggal di situ. Kerajaan itu menjadi semakin berkembang sampai di daerah
Ketahun, Sebalat dan Bengkulu Tinggi.
Ketika Raja Menawar Keling berhasil
mendirikan kerajaan di daerah itu, maka muncul Ratu Agung yang ikut mendirikan Kerajaan
Pinang Berlapis di Munjung Tanjung Karet. Hasil bumi di daerah ini menjadi
kekayaan Raja Menawar Keling yang telah menjalin hubungan baik dengan Ratu
Agung. Setelah kerajaan terus berkembang, Raja Menawar Keling berhasrat
memindahkan kerajaannya ke Bengkulu Tinggi setelah Raden Serdang Pandan Ireng
ditugaskan mengatur Dusun Raja Lais. Daerah yang dipimpin oleh Raden Serdang
Pandan Ireng meluas hingga Muko-muko, Kerinci, dan Lebong. Ia mengatur
rakyatnya dalam bercocok tanam, menanam pohon karet, kopi, dan lain sebagainya.
Beberapa tahun kemudian, Kerajaan
Sungai Serut dipimpin oleh Mas Makdum Raden Dalam. Keturunan di daerah ini
menjadi bertambah banyak, sehingga rakyat Sungai Serut terdiri atas suku Rejang
Penjaga Negeri dan suku Lembak Pagar Negeri. Dari sinilah beberapa orang yang
bernama Ringga Sedayu Kota Agung bergegas ke selatan sampai di Lampung untuk
mendirikan kerajaan baru. Sementara Siak Belita Malinla pindah ke arah utara
untuk mendirikan Kerajaan Pagar Ruyung dan bergelar sebagai Rajo Alam Alif.
Sementara Kaletek Bendar Papan bersama dengan pengikutnya berlayar menyeberangi
lautan menuju ke Kalimantan. Dan Raden Mahpanji Rendah Giri berlayar ke
Tapanuli untuk mendirikan Kerajaan Deli Mandailing.
Akhirnya Ratu Agung di Kerajaan
Pinang Berlapis membuat tempat bermusyawarah bagi para raja dari beberapa
negeri. Tempat itu dibuat di Sungai Lemau, Ujung Padang Bemban Berlarit. Rajo
Mahkuto Alam sangat rajin merawat tempat itu karena juga terdapat kolam
pemandian yang sangat jernih airnya. Dia mempunyai seorang anak bernama
Pangeran Belang dengan gelar sebagai Tuanku Maha Raja Sakti. Kemudian ia
menggantikan tugas ayahnya dan didampingi oleh Raden Alit. Berbekal keuletan,
rendah hati, dan sakti, Raden Alit sangat suka membantu rakyat untuk bercocok
tanam dan juga mengajarkan para pemuda menjadi prajurit yang unggul bertarung.
Dengan begitu Balai Buntar berkembang menjadi satu kerajaan yang dipimpin
Tuanku Maharaja Sakti yang berdiri di Ujung Padang Bemban Berlarit.
Beberapa hari kemudian hati Pangeran
Belang terasa terganggu akibat watak Raden Alit yang sangat disegani rakyat.
Pada suatu hari kecemburuan Pangeran Belang sudah memuncak sekali tetapi ia
takut karena Raden Alit sangat sakti mandraguna. Tiba-tiba muncul kelicikan
Pangeran Belang yaitu berhasrat menikahi adik Raden Alit yang bernama Gading
Cempaka yang sangat cantik bestari. Lalu Pangeran Belang memberikan minuman
beracun dan Raden Alit menjadi pingsan. Dalam keadaan pingsan, Raden Alit
dikuburkan di belakang halaman kerajaan. Gading Cempaka tidak mengetahui apa
yang dilakukan Pangeran Belang terhadap Raden Alit. Akhirnya Gading Cempaka
terpaksa menikah dengan Pangeran Belang. Anak mereka berjumlah delapan orang
yaitu Tuanku Tangkas Tua, Tuanku Tangkas Muda, Baginda Jenat, Baginda Sebayam,
Maling Angin, Semaring Gading, Cerito Layang, dan Suwanda sebagai anak
angkat.
Perbuatan Pangeran Belang beberapa
tahun yang lalu ternyata sudah diketahui oleh Gading Cempaka. Raden Alit telah
dibunuh dengan cara licik dan tidak secara ksatria. Melihat keadaan seperti ini
maka Gading Cempaka menjadi dendam, tetapi anaknya sudah banyak. Lalu dengan
hati yang sangat gelisah maka Gading berencana memindahkan kuburan kakaknya ke
Tanah Tinggi Bengkulu, tepatnya di Kerajaan Sungai Serut Bengkulu Tinggi.
Ketika kuburan mulai digali, terbelalaklah kedua bola mata Gading Cempaka.
Tubuh Raden Alit tidak ada yang hancur, dan seolah-olah masih hidup. Badannya
masih sangat segar bugar, dan seketika Raden Alit bangun dari kuburan. Setelah
Raden Alit membersihkan tanah-tanah yang menempel di tubuhnya, lalu berkata
kepada Gading Cempaka, “Adikku, Gading Cempaka, aku sekarang sudah bangun dari
tidurku. Kembalilah pada suamimu, Pangeran Belang. Dia tidak apa-apa, hanya
saja ia sangat cemburu kepada aku. Ia sangat takut apabila aku menjadi raja di
Balai Buntar. Ketujuh anak kandungmu tidak akan ada yang menjadi raja Balai
Buntar, tetapi anak angkatmu, Suwanda yang akan menjadi raja. Semua ini karena
kesalahan suamimu sendiri. Oleh karena itu, berikanlah keris pusaka ini untuk
Suwanda. Percayalah adikku, suatu saat nanti keris pusaka ini akan menjadi
senjata sakti untuk melawan segala bentuk kejahatan dan keburukan.”
Lalu Raden Alit pergi meninggalkan
Gading Cempaka untuk mengembara ke penjuru daerah, sementara Gading Cempaka
pulang ke kampung halamannya di Sungai Serut Bengkulu Tinggi, yang berganti
nama menjadi Sungai Serut Bendar Bengkulu atau Bengkulu. Setelah beberapa tahun
kemudian saat Suwanda sudah dewasa, ia menerima keris pusaka milik Raden Alit.
Dengan berbekal kesaktian yang baru maka ia diangkat mengganti ayah angkatnya
memerintah Balai Buntar, dan keris pusaka itu diminta oleh pewarisnya, yaitu
Ratu Samban yang berjuang melawan penjajah bersama Raden Burniat dan Sultan
Ahmad. Mereka bertiga bersama-sama melawan Belanda dan Inggris. Pada saat
dijajah oleh Belanda, Ratu Samban mengadakan perlawanan secara bergerilya.
Pertempuran terus menerus terjadi dan Asisten Residen Belanda yang bernama van
Amstell terbunuh bersama controlurnya di ujung jembatan Bintunan Lais.
Perlawanan Ratu Samban tidak terkalahkan oleh Belanda sehingga Belanda
mengadakan taktik licik. Ratu Samban diakui menjadi raja Balai Buntar dengan
daerah kekuasaan yang sangat luas mencapai Bengkulu Utara dan Lebong. Maka
dengan cara seperti ini tidak ada lagi perlawanan karena Ratu Samban sudah
dijinakkan. Ternyata taktik Belanda terbongkar dan Ratu Samban bersama
rakyatnya memanfaatkan kesempatan ini, sampai akhirnya Ratu Samban gugur dalam
medan perang.
Komentar
Posting Komentar