Cerita Rakyat Nusantara "Terjadinya Kota Magelang"


Cerita Rakyat Daerah Jawa Tengah

4. TERJADINYA KOTA MAGELANG  
Pada zaman dahulu kala, sekitar pertengahan abad ke-16, terdapat Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya. Kerajaan Pajang mengalami perselisihan hebat dengan Arya Penangsang dari Kerajaan Jipang Panolan. Kedua kerajaan itu tidak menemukan jalan damai sehingga terjadilah pertempuran darah yang dahsyat. Dalam pertempuran, Sultan Hadiwijaya menunjuk putera angkatnya, Danang Sutawijaya menjadi senopati perang yang didampingi Ki Ageng Pemanahan. Sebelum terjadi peperangan, Sutawijaya diberi nasihat supaya tidak menyeberangi sungai karena menyebabkan “apes jayané” atau gagal dalam mengalahkan musuh. Dengan perasaan mantap dan berbekal nasihat yang baik maka Sutawijaya berhasil menombak perut Arya Penangsang dengan tombak Kyai Plered hingga tewas.
            Mendengar kabar kemenangan atas Arya Penangsang yang congkak dan sombong itu, bergermbiralah hati Sultan Hadiwijaya. Sebagai balas jasa maka Sutawijaya dan Ki Ageng Pemanahan mendapatkan hadiah tanah di daerah Hutan Mentaok. Oleh kedua pendekar ini, Hutan Mentaok dibuka dan didirikan sebuah kerajaan yang semakin berkembang. Perkembangan kerajaan ini semakin tersohor dan dikenal dengan nama Kerajaan Mataram. Sementara Sutawijaya bergelar Panembahan Senopati. Berbekal keuletan dan kegigihan, Panembahan Senopati dalam waktu yang tidak lama memperkuat dan memperluas wilayah kerajaan. Panembahan Senopati yang sakti mandraguna mempersiapkan bala tentara untuk membantu memperluas wilayah kekuasaan ke daerah Hutan Kedu. Hutan Kedu sebenarnya termasuk wilayah yang angker. Tak ada orang yang berani merambah ke dalamnya. Konon hutan ini merupakan kerajaan jin dengan seorang rajanya yang bernama Raja Jin Sepanjang. Panembahan Senopati kemudian menunjuk Pangeran Puboyo sebagai senopati perang. Konon pangeran ini sangat sakti dan mampu terbang tanpa sayap. Sebagai pendampingnya ditunjuk Raden Kuning dan Raden Krincing yang masih terhitung saudara dengan Pangeran Purboyo serta Tumenggung Mertoyudo dan Tumenggung Singoranu.
            Pada saat melakukan penyerangan oleh pasukan Mataram, Raja Jin marah tidak terkendalikan lagi. Dengan segera Raja Jin memanggil semua pasukannya untuk menggempur pasukan Mataram. Terjadilah pertempuran yang menggemparkan seluruh Hutan Kedu. Pasukan Jin terpukul mundur dan Raja Jin melarikan diri bersembunyi ke hutan sebelah. Lalu Raja Jin bersumpah akan membalas dendam.
Sementara itu, Raden Kuning dengan gagah berani masih terus mengejar sisa-sisa pasukan jin. Dalam pengejarannya, sampailah ia di sebuah desa yang tampak aman dan damai. Tanpa disangka, ia bertemu dengan seorang putri yang cantik rupawan bernama Putri Rambat. Ia adalah anak Kyai Kramat dan Nyai Bogem. Melihat kecantikannya, Raden Kuning terpikat hatinya. Maka tanpa mengulur waktu lagi, ia segera meminang sang putri. Sungguh gembira hati Kyai Kramat dan Nyai Bogem mendengar putrinya hendak diperistri seorang pangeran dari Mataram. Maka Putri Rambat diboyong menuju ke Kerajaan Mataram.
Raja Jin setelah lari terbirit-birit merasa lelah dan beristirahat di bawah rumpun bambu. Sembari merengkunkan kekalahannya, Raja Jin melihat sayup-sayup suatu pedesaan yang sangat tenang. Tak lama kemudian, Raja Jin mendekat dan dengan akal liciknya, ia menyamar sebagai seorang manusia dengan nama Sonta. Dengan parasnya yang muda dan tubuhnya yang tinggi besar, Sonta mendatangi rumah Kyai Kramat. Maksud Sonta adalah untuk mengabdikan diri. Beberapa hari kemudian, Sonta melancarkan aksinya. Tanpa sepengetahuan siapapun, ia menyebarkan wabah penyakit. Seketika banyak penduduk desa yang mendadak sakit lalu meninggal dunia. Di tempat itu juga bayak pasukan Mataram yang tinggal. Mereka pun satu per satu juga sakit, lalu meninggal. Kabar buruk ini akhirnya terdengar ke telinga Pangeran Purboyo. Ia lalu bergegas pergi ke Mataram melaporkan kejadian itu kepada Panembahan Senopati. Setelah mendengar laporan itu, Panembahan Senopati meminta bantuan pada Nyai Roro Kidul, ratu yang menghuni Laut Hindia Selatan. Nyai Roro Kidul kemudian memberi tahu bahwa penyebab semua malapetaka itu adalah seorang bernama Sonta.
Demi penyelamatan dirinya, Sonta akhirnya melarikan diri melesat ke dalam hutan. Namun Kyai Kramat mengejarnya dan terjadilah peperangan sengit. Sonta merupakan lawan yang sangat tangguh sehingga berhasil menghabisi nyawa Kyai Kramat. Untuk mengenang jasa-jasanya, maka tempat tersebut dinamakan dengan Desa Kramat. Saat melihat suaminya meninggal, Nyai Bogem berusaha bertarung dengan Sonta tetapi berhasil dihabisi oleh Sonta. Maka tempat itu dinamakan Desa Bogeman. Atas peristiwa yang mengenaskan itu, Tumenggung Mertoyudo mengejar dan bertarung dengan Sonta. Ternyata Tumenggung Mertoyudo tidak mampu menandingi kekuatan dan kesaktian Sonta. Akhirnya Tumenggung Mertoyudo tewas dalam pertarungan itu. Lalu tempat itu disebut dengan Desa Mertoyudan.
Kesaktian Sonta ternyata bertambah kuat. Raden Krincing segera bergegas menemui Sonta. Namun apa daya, Sonta mampu menandingi kekuatan Raden Krincing dan tewas seketika. Lalu di tempat tersebut dinamakan sebagai Desa Krincing. Pada akhirnya, Pangeran Purboyo sendiri dengan keyakinan akan menghabisi Sonta. Dipersiapkanlah seluruh pasukan Mataram untuk mengepung keberadaan Sonta. Setelah Sonta terkepung rapat oleh pasukan Mataram, maka Sonta tidak mampu melarikan diri lagi. Pertarungan antara Pangeran Purboyo dan Sonta terjadi sangat mencekam. Atas bekal kesaktian dari Mataram, Pangeran Purboyo berhasil membunuh Sonta. Tak berapa lama kemudian, ia justru menjelma menjadi Jin Sepanjang lagi. Akhirnya tanpa berlarut-larut, Pangeran Purbaya mengerahkan kesaktiannya dan berhasil memusnahkan Raja Jin Sepanjang. Tiba-tiba langit menjadi mendung dan kegelapan menyelimuti seluruh Hutan Kedu. Setelah beberapa saat kemudian, kegelapan mulai sirna dan waktu sudah mulai senja. Tempat bekas mayat Jin Sepanjang meninggalkan sebuah tombak bertuah. Pangeran Purboyo tidak menginginkan tombak itu dibawa ke Kerajaan Mataram karena tombak tersebut berasal dari penjelmaan watak yang tidak baik dan tidak patut dicontoh. Lalu tombak itu dinamakan sebagai tombak Sepanjang.
            Nama Magelang sendiri diambil dari kata “tepung gelang” (bahasa Jawa) yang artinya mengepung rapat seperti gelang atau menggelang. Hal ini merupakan peringatan dari peristiwa ketika Sonta dikepung rapat-rapat oleh pasukan Mataram. Dalam perkembangannya, Magelang menjadi pusat kota yang ramai dan menjadi kota dagang. Hasil bumi berupa sayur-mayur, buah-buahan, bunga, dan hasil bumi lainnya diperdagangkan ke daerah-daerah sekitarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Nusantara "Lembu Suro"

Cerita Rakyat Nusantara "Batu Golog"

Cerita Rakyat Nusantara "Pangeran Purbaya"