Cerita Rakyat Nusantara "Putri Tandampalik"


Cerita Rakyat Daerah Sulawesi     
7. Putri Tandampalik
           Pada zaman dahulu kala, ada sebuah negeri yang bernama Negeri Luwu di daerah Sulawesi. Negeri Luwu yang memiliki kekuasaan wilayah yang luas itu dipimpin oleh seorang raja bernama La Busatana Datu Maongge. Rakyat Luwu lebih akrab memanggil dengan nama Raja atau Datu Luwu. Ia raja yang sangat bijaksana sehingga kerajaan dan rakyatnya hidup makmur dan sejahtera. Pertanian dan perkebunan juga dikelola dengan baik. Datu Luwu memiliki seorang anak putri yang sudah beranjak dewasa. Putri Tandampalik namanya. Wajahnya cantik dan menyinarkan rona keanggunan yang lembut. Kecantikan dan tingkah laku Putri Tandampalik yang terpuji sudah diketahui oleh orang banyak, juga sampai di Kerajaan Bone. Ketika telah mendengar perihal tersebut, muncul dari dalam hatinya ingin memiliki dan menikahkan putra mahkotanya dengan Putri Tandampalik.    
Pada siang hari setelah makan siang, Raja Bone mengutus beberapa petinggi kerajaan yang mahir menjalin kerja sama untuk menemui Datu Luwu. Maksud utusan Raja Bone adalah membicarakan pernikahan antara putra mahkota Kerajaan Bone dengan Putri Tandampalik. Pada saat berbincang-bincang di dalam ruang tamu istana, Datu Luwu merasa bimbang apabila sang putri menikah dengan putra Raja Bone, pemuda dari negeri tetangga. Namun jika lamaran Raja Bone ditolak maka akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Ia khawatir nanti rakyatnya justru menderita sengsara.            
Setelah berpikir panjang mempertimbangkan segala sesuatu yang akan terjadi, Datu Luwu menerima kedatangan Raja Bone bersama putra mahkota dan rombongan prajurit kerajaan. Putra mahkota langsung terpana melihat pesona kecantikan Putri Tandampalik, begitu juga sebaliknya, Putri Tandampalik terkagum-kagum memandang kegagahan dan ketampanan putra mahkota Bone. Mereka berdua sangat cocok dan akhirnya Datu Luwu menerima lamaran Raja Bone dan segera menikahkan mereka berdua. Datu Luwu dan Raja Bone mempersiapkan acara pernikahan yang akan dirayakan secara besar-besaran.        
Namun, belum sampai satu pekan, kebahagiaan Putri Tandampalik tiba-tiba hancur lebur bagaikan debu yang tertiup angin. Pada saat sang putri bangun tidur, ia terkejut lantaran melihat kulitnya melepuh, bernanah, dan mengeluarkan bau amis tidak sedap. Keluarga kerajaan sangat panik melihat Putri Tandampalik mendapat penyakit seperti itu. Semua tabib yang ada di negeri Luwu dipanggil untuk menyembuhkannya, tetapi tidak ada yang berhasil. Semua ramuan dan mantra tidak ada yang mampu menyembuhkan sang putri. Beberapa pemuka masyarakat menganggap bahwa penyakit yang diderita Putri Tandampalik merupakan penyakit kutukan dan dapay menulari orang-orang di sekitarnya. Peristiwa ini membuat resah masyarakat, sementara Datu Luwu merasa berat jika harus mengasingkan sang putri.
Akhirnya Putri Tandampalik pergi ke tempat asing agar tidak menulari rakyatnya. Ia sangat sedih dan berat hati karena meninggalkan suami tercintanya, keluarga, dan rakyatnya. Setelah beberapa lama ia berjalan, akhirnya sang putri berhenti di sebuah pulau tak berpenghuni. Ia berlayar selama berhari-hari ditemani oleh para pengawal kerajaan. Udara dan hawa yang terhirup sangat bersih dan sejuk. Tanahnya subur, dan tumbuh-tumbuhannya hijau segar. Sang Putri dibuatkan gubuk kecil oleh pengawal kerajaan. Secara bersama-sama mereka mendirikan pemukiman dengan cepat. Salah satu pengawal mengatakan bahwa di pulau itu ada banyak pohon Wajao.             
“Wahai sang putri, di pulau yang subur dan sejuk ini terdapat banyak pohon Wajao. Maka, saya memberikan nama pulau ini dengan nama Pulau Wajo,” ungkap pengawal.           
Pada suatu hari di pagi hari yang cerah, Putri Tandampalik berjalan-berjalan di pesisir pantai yang berombak tenang. Ia masih terngiang-ngiang akan ayahnya dan calon suaminya yang gagah nan tampan. Di saat permenungannya di bawah pohon wajao, tiba-tiba ia didatangi seekor kerbau putih. Sang putri ingin beranjak dari tempat ia duduk, tetapi kerbau putih itu justru semakin mendekati sang putri seakan sudah akrab. Kerbau putih itu langsung menjilati kulit sang putri yang penuh dengan nanah berbau amis. Ajaib sekali! Ternyata setelah dijilati kerbau putih, kulit sang putri menjadi halus seperti sedia kala. Tidak ada bekas penyakit kulit yang tertempel pada kulit Putri Tandampalik. Ia sangat bahagia dan terpana melihat kehalusan kulitnya bersinar. Lalu sang putri kembali ke gubuk menemui para pengawal dan memberitahukan peristiwa yang baru saja ia dapatkan. Para pengawal turut berbahagia akan kesembuhan sang putri. Putri Tandampalik memerintahkan kepada pengawal agar tidak pernah menyembelih kerbau yang kulitnya berwarna putih karena kerbau itu sangat berjasa. Permintaan sang putri dipatuhi oleh para pengawal dan sampai masa sakarang penduduk Bajo tidak pernah menyembelih kerbau putih dan membiarkan hidup bebas beranak pinak.     
Di Kerajaan Bone, keadaan putra mahkota semakin hari semakin muram dan sedih. Ia sangat merindukan diri Putri Tandampalik yang cantik jelita bagaikan bidadari khayangan. Setelah pengasingan sang putri, tidak ada kabar apa-apa mengenai kehidupan sang putri. Putra mahkota berniat mengurangi kesedihannya akan asmara yang melanda dirinya. Ia memutuskan untuk berburu hewan liar ke tempat asing yang belum pernah disentuh oleh manusia. Hingga berjalan beberapa hari, putra mahkota bersama dengan rombongan prajurit di Pulau Bajo, tempat pemukiman Putri Tandampalik. Putra mahkota terlalu asyik berburu hingga akhirnya ia terpisah dengan rombongan. Ia sadar jika sudah terlalu jauh berpisah dengan rombongan. Ia merasa tidak takut berjalan sendirian karena ia yakin pasti nanti akan berjumpa lagi dengan rombongan. Hari mulai gelap, senja sudah berlalu membuat putra mahkota menjadi was-was sebab belum juga bertemu dengan rombongan. Banyak hewan buas yang ada di pulau itu. Di bawah remang-remang cahaya bulan, ia melihat samar-samar cahaya di kejauhan. Sejauh mata memandang, ia menjadi penasaran. Adakah pemukiman di tengah pulau tak berpenghuni ini? Dengan rasa penasaran yang kuat, putra mahkota mendekati sumber cahaya itu.      
Langkah kaki yang mantap dan berjaga-jaga, putra mahkota mencoba mendekati sumber cahaya itu. Ternyata, saat putra mahkota sampai di sebuah gubuk dan mengetuk pintunya, ada seorang wanita yang membukakan pintu. Wanita itu adalah Putri Tandampalik! Tiba-tiba putra mahkota terkejut dan detak jantungnya berdegup kencang. Putri Tandampalik yang selama ini dirindukan akhirnya ditemukan di sebuah gubuk kecil di pulau asing. Putra mahkota sangat senang melihat sang putri telah sembuh dari sakitnya. Akhirnya setelah semua prajurit berkumpul, putra mahkota mengajak Putri Tandampalik untuk kembali ke Negeri Luwu. Rencana putra mahkota untuk merayakan pesta pernikahan yang tertunda akan segera dilangsungkan setelah semua sudah siap. Akhirnya secara iring-iringan, mereka berdua pulang.
Penduduk Luwu yang melihat iringan itu segera berkumpul dan bersorak gembira karena Putri Tandampalik telah kembali dengan sehat. Akhirnya pesta pernikahan Putri Tandampalik dengan putra mahkota Kerajaan Bone dirayakan. Mereka berdua hidup bahagia dan kedua kerajaan itu menjadi kerajaan yang besar dan kuat. Beberapa tahun kemudian putra mahkota Bone naik tahta memimpin Kerajaan Bone.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Nusantara "Lembu Suro"

Cerita Rakyat Nusantara "Batu Golog"

Cerita Rakyat Nusantara "Pangeran Purbaya"