Cerita Rakyat Nusantara "Batu Jadi Manusia"
Cerita Rakyat Daerah
Sulawesi Tengah
22. Batu Dilahirkan Menjadi Manusia
22. Batu Dilahirkan Menjadi Manusia
Alkisah, saat puluhan tahun yang
lalu ada peristiwa yang ajaib di Desa Singkona. Di desa itu ada satu keluarga
yang mempunyai dua orang anak laki-laki. Anak yang pertama bernama Aruloji dan
yang kedua bernama Donci, sehingga keluarga itu disebuat Papa/ Mama Aruloji.
Bapaknya bernama Lebanu dan Ibunya bernama Teube.
Sehari-hari keluarga itu hidup dalam
keadaan sederhana. Mereka dikenal sebagai keluarga yang suka menolong orang
dalam keperluan apa pun dan pemurah hati kepada tetangganya. Keluarga Papa dan
Mama Aruloji disegani oleh masyarakat sekitar. Pada sekitar tahun 1930, kedua
anaknya berusia belasan tahun, dan sang Ibu mengandung lagi. Ada kejadian yang
membuat terheran-heran karena selama mengandung tidak pernah merasakan gerakan
yang berasal dari kandungan itu. Aneh sekali karena saat kelahiran itu, bukan
bayi yang dilahirkan tetapi dua buah batu. Batu yang pertama berwarna hitam dan
batu kedua berwarna belang putih dan merah. Kelahiran dua buah batu dianggap
sebagai kelahiran bayi manusia yang kembar sebab keduanya memiliki tali pusar.
Ukuran kedua batu itu tidak sama, yang satu berukuran sebesar telur burung
Maleo.
Saat direnungkan, ternyata sang Ibu
sebelum melahirkan mendapatkan mimpi dan teringat dalam benaknya. Ia bermimpi
bertemu dengan seorang nenek berambut panjang terurai sampai di tanah, dan
berkata, “Kandunganmu itu nanti bukan manusia, melainkan berupa batu yang
berbeda warna. Setelah lahir, mandikanlah batu itu layaknya bayi. Dan,
bungkuslah dengan kain vuya (kain dari kulit kayu) yang putih, lalu simpanlah
di dalam peti tertutup dan dikunci.”
Ilham mimpi itu dilaksanakan oleh
sang Ibu. Seminggu setelah kelahiran, batu yang disimpan di dalam peti itu
terbuka sendiri seperti biji tanaman yang mulai tumbuh, tetapi isinya telah
hilang. Saat malam berikutnya, sang Ibu teringat lagi mimpi yang dia alami,
bahwa isi dua buah batu itu telah berwujud menjadi dua orang manusia. Batu yang
pertama berwarna hitam menjadi wanita yang bertindak sebagai kakak, sementara
batu kedua berwarna belang merah dan putih berwujud laki-laki sebagai adik.
Sejak saat itu, setiap saat yang diperlukan, keluarga itu didatangi oleh kedua
anaknya yang kembar itu. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan,
dan berganti tahun, kedua anak kembar itu tumbuh menjadi manusia dewasa. Setiap
kali kedua anak kembar itu mendatangi Ibunya di rumah, kepada kedua kakak
mereka, Aruloji dan Donci. Hingga pada suatu hari, kedua anak kembar itu
menunjukkan tempat kediamannya yang mereka tinggali.
Pada awalnya sang Ibu dibawa oleh
kedua anak kembar itu ke tempat kediaman mereka di Danau Poso, sekitar Tanjung
Tolabo dan kemudian turun ke dalam air danau dengan pakaian tetap kering.
Sungguh keajaiban lagi. Setelah sampai di dasar danau, mereka melihat sebuh
pemandangan kota yang besar. Kedua kalinya, kedua orang kakak mereka yaitu
Aruloji dan Donci di bawa masuk ke Danau Poso. Anehnya, saat Aruloji dan Donci
hendak turun ke air danau, mereka hanya menyuruh kedua kakaknya duduk di dalam
bakul masing-masing. Tiba-tiba mereka berputar-putar dan sampai di pekarangan
rumah di dasar air danau itu. Di situ Aruloji dan Donci melihat hal-hal aneh
karena buaya-buaya dianggap sebagai anjing, sementara kayu api yang digunakan
untuk memasak adalah ikan belut.
Akhirnya, setelah Papa dan Mama
Aruloji meninggal dunia, maka batu yang berwarna hitam yang menjelma menjadi
perempuan pergi menemani kakaknya, Aruloji, dan batu yang berwarna belang merah
dan putih yang berwujud seorang laki-laki pergi menemani Donci. Demikian semua
terjadi pada keluarga Papa Arulojo. Aruloji dan Donci biasanya dapat menolong
orang-orang yang sakit apabila tidak dapat disembuhkan oleh dokter atau dengan
pengobatan lainnya. Sehingga kedua orang itu dikenal oleh masyarakat sebagai
dukun berkah, orang-orang penolong yang berwujud dari batu ajaib.
Batu yang hitam disimpan oleh
Aruloji sementara batu yang belang merah dan putih disimpan oleh Donci. Hingga
saat ini, keturunan Aruloji masih hidup dan tinggal di Desa Singkona yang
berjarak 25 kilometer sebelah timur Desa Pendolo, ibu kota Kecamatan Pamona
Selatan, Kabuaten Poso. Sedangkan keturunan Donci masih hidup dan bertempat
tinggal di Desa Uwe Kuli, ibu kota Kecamatan Tojo, Kabupaten Poso yang jaraknya
54 kilometer dari Kota Poso. Pekerjaan mereka adalah bertani, di samping
sebagai dukun penolong.
Saya cucu dari ngkai Arudonci/Donci
BalasHapus