Cerita Rakyat Nusantara "Rawabangke"


Cerita Rakyat Daerah DKI Jakarta
        

20. Si Hamzah
(Asal Mula Jadinya Kampung Rawabangke)

            Pada waktu itu, hiduplah seorang Bapak bernama Hamzah. Ia tinggal di Rawamangun bersama dengan istri dan anaknya. Suatu ketika saat sore, Bapak Hamzah bersama dengan istrinya pergi berlajan-jalan ke Jatinegara. Di situ ia melihat seorang wanita yang sangat cantik dan sedang berbelanja di Mester. Tanpa henti Bapak Hamzah memandangi wanita cantik itu. Dalam hatinya, Bapak Hamzah ingin memiliki wanita itu, tetapi istrinya segera mengajaknya pulang sehingga berhenti memandangi wanita itu. Setelah sampai di rumah, Bapak Hamzah justru masih terngiang-ngiang membayangkan kecantikan dan keanggunan wanita yang sedang berbelanja tadi.
            Secara diam-diam, Bapak Hamzah mencoba pergi sendiri menuju ke Mester agar dapat bertemu dengan wanita tersebut. Setelah sampai di sana, ia bertanya-tanya dengan warga sekitar yang sering nongkrong di warung kopi. Ia mendapatkan nama wanita yang ia impikan itu. Sanimah nama wanita itu. Sanimah itu anak dari Raden Ranggawira, seorang saudagar kaya raya. Menurut kabar, Sanimah sudah dijodohkan dengan saudagar muda yang masih kemenakannya dan disegani warga sekitar. Bapak Hamzah berkeinginan dapat meminang Sanimah. Ia bersedih hati karena anaknya memita agar Bapak Hamzah melamar Sanimah, padahal dirinya adalah orang tidak mampu, berbeda dengan Sanimah. Akhirnya atas desakan anaknya, Bapak Hamzah memberanikan diri pergi ke rumah Raden Ranggawira untuk melamar Sarinah.
            Saat sampai di rumah Raden Ranggawira, ia menceritakan maksud kedatangannya. Dan yang terjadi adalah Raden Ranggawira justru menjadi heran mendengar perkataan Bapak Hamzah. Ia dianggap sebagai orang yang tidak waras dan bukan dari keluarga baik-baik. Raden Ranggawira memikirkan cara agar dapat menolak permintaan Bapak Hamzah. Raden Ranggawira memberikan syarat yang harus dilaksanakan Bapak Hamzah jika ingin melamar anaknya. Syaratnya yaitu:                    
            1. Buah kelapa yang hijau komplit, atau disertakan pohon, batang, daun, bunga,    
                akar, dan lain-lain.              
            2. Kain putih dengan panjang antara Jatinegara dengan Bogor.       
            3. Uang mulai dari 7 peser, 7 sen, 7 bong, 7 ketip, 7 talen, dan seterusnya hingga 7 ribu.
            Bapak Hamzah ragu-ragu jika dapat melaksanakan syarat-syaratnya tersebut. Namun setelah dipikir-pikir, ia justru ingin menangis dan tetap menangis tetapi dalam hati. Akhirnya Bapak Hamzah memberanikan diri menyanggupi permintaan Raden Ranggawira dengan malu-malu. Saat kembali di rumah, Bapak Hamzah menjadi gelisah dan bingung. Jika dibatalkan, pasti anaknya ngambek, tetapi jika meneruskan syarat itu, ia tidak memiliki uang. Bapak Hamzah menganggap bahwa Raden Ranggawira itu orang yang sangat aneh meminta syarat itu. Setelah ia pikir-pikir, ia ingat bahwa masih memiliki keponakan yang namanya Duraham. Duraham diceritakan mengenai kejadian yang dialami Bapak Hamzah. Mendengar cerita itu, Duraham menjadi kasihan. Akhirnya Duraham ingat bahwa ia juga mempunyai seorang teman yang tinggal di Kota Mangga 2, Durahim namanya. Durahim adalah seorang kusir saudagar Arab, yang bernama Tuan Salim dan tinggal di Krukut.              
            Bapak Hamzah segera mengajak Duraham agar dipertemukan dengan Durahim. Setelah bertemu, Bapak Hamzah langsung menceritakan semua yang terjadi dan ingin meminjam uang. Namun, atas nasihat Durahim, Bapak Hamzah jangan beralasan meminjam uang kepada Tuan Salim. Durahim menyarankan agar Bapak Hamzah memiliki jaminan dengan bunga yang tinggi. Akhirnya, mereka berunding dan ingin merampok  Tuan Salim. Durahim tahu tempat-tempat khusus milik Tuan Salim karena dulu ia pernah menjadi kusir Tuan Salim. Setelah berhasil merampok, mereka membagikan uang rampokan secara rata. Pikiran Bapak Hamzah dapat memenuhi kemauan anaknya. Hasil rampokan itu digunakan untuk membeli kain putih semeter, bibit kelapa, dan uang peseran 7 buah dan uang 7 ribuan.
Setelah semua syarat sudah dirasa cukup, Bapak Hamzah berangkat menuju ke rumah Raden Ranggawira untuk menyerahkan kekudangannya yang aneh itu. Tiba-tiba setelah Bapak Hamzah menyerahkan syarat lamaran itu, Raden Ranggawira terkejut bukan main. Ia tidak dapat menerima syarat yang dibawa Bapak Hamzah. Seketika Bapak Hamzah mengajak Raden Ranggawira keluar dari dalam rumah. Di depan rumahnya, Bapak Hamzah dengan tenangnya mengajak Raden Ranggawira untuk naik kereta kuda dengan kusir si Durahim. Bapak Hamzah membentang kain semeter itu dari Jatinegara hingga Bogor dengan kereta itu. Syarat pertama sudah terpenuhi. Lalu Bapak Hamzah menjelaskan syarat yang kedua, yaitu kelapa hijau komplit dengan batang, akar, daun, akar, dan lainnya. Ia berkata bahwa setelah ditanam dan besar, maka akan mengasilkan buah, bunga, dan lainnya. Permintaan yang terakhir, diserahkannya uang 7 peser dan 7 ribu. Dengan demikian, rupanya syarat yang diminta Raden Ranggawira telah terpenuhi dengan hati tenang.
Setelah semua sudah berakhir, Bapak Hamzah dapat melamar putri Sanimah dan dinikahkan dengan anak Bapak Hamzah. Sementara kasus perampokan yang dialami Tuan Salim, ternyata dilaporkan kepada polisi. Polisi yang mengungkap kasus itu telah berhasil menemukan ketiga perampok itu. Namanya yaitu Pak Hamzah, Duraham, dan Durahim. Akhirnya mereka bertiga ditangkap oleh polisi. Karena Pak Hamzah adalah orang yang dikenal sebagi penjahat, maka ia melawan polisi saat digiring menuju ke kantor. Bapak Hamzah lari dan akhirnya polisi menembak Bapak Hamzah tepat di dadanya. Bapak Hamzah meninggal dunia karena kritis. Sedangkan Duraham dan Durahim juga mencoba melawan dan kabur. Akhirnya mereka berdua juga tertembak dan tewas di tempat. Karena masyarakat sudah sangat jengkel, akhirnya ketiga jenasah itu dibuang begitu saja di tempat itu.
Atas kejadian itu, maka tempat itu dinamakan sebagai Rawabangke. Disebut begitu banyak bangke atau mayat yang dibuang di tempat itu. Di tempat itu sering terjadi perkelahian, dan pasti ada yang mati di tempat. Selain itu, juga digunakan sebagai tempat membuang mayat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Nusantara "Lembu Suro"

Cerita Rakyat Nusantara "Batu Golog"

Cerita Rakyat Nusantara "Pangeran Purbaya"