Cerita Rakyat Nusantara "Ladang Adobala"


Cerita Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur      
10. Ladang Adobala
            Pada zaman dahulu kala di sebuah desa hiduplah dua orang bersaudara. Anak sulung bernama Loku dan bungsu bernama Adobala. Mereka berdua adalah anak petani sehingga setiap hari mereka bekerja sebagai petani. Selain itu Loku bekerja menyadap nira saat pagi dan petang, sementara Adobala setiap malam memancing ikan di laut. Mereka berdua saling pengertian dalam melaksanakan pekerjaan itu. Namun ada suatu peristiwa yang membuat semua kebiasaan tersebut berubah. Kesetiaan, kerukunan, kedamaian, dan saling pengertian di antara mereka berubah akibat tragedi yang melanda keharmonisan mereka berdua.
            Suatu hari Loku meminjam peralatan pancing Adobala yang akan digunakan untuk memancing. Loku sangat ingin merasakan pengalaman memancing di laut apalagi saat malam hari. Ia berharap mendapatkan ikan yang besar dan dapat dimakan hingga beberapa hari seperti adiknya, Adobala. Saat Loku sudah berada di laut, ia mengumpan dengan mata kailnya dan dilemparkan ke dalam laut. Ia tidak sabar menanti sambaran ikan yang memakan umpannya. Tiba-tiba Loku merasakan sentakan yang halus pada tali pancing yang ia pegang sejak tadi. Dalam hatinya ia sangat berharap agar umpan dapat segera disambar ikan besar. Namun, seketika sentakan terasa sangat kuat dan Loku tidak siap menghadapi hal itu. Tali pancing putus. Seekor ikan besar telah menyambar umpan dan memutuskan tali pancing. Loku menyesal tidak siap menarik tali pancing sehingga putus seketika. Ia panik dan gelisah, buyar dan kesal. Perasaan Loku juga malu bahkan takut untuk pulang ke rumah. Akhirnya Loku sampai di rumah dan menceritakan kejadian mengesalkan itu. Setelah mendengar pengakuan Loku, Adobala tidak mau tahu dan menuntut pancingnya dikembalikan. Ia mencaci maki kakaknya sehingga Loku sangat merasa malu.
            Loku disuruh keluar rumah dan tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah. Rasanya hampir menangis, tetapi Loku menahan tangisnya. Ia segera mencari pancing dan talinya di laut malam itu juga. Ia bingung, apakah nanti pancing dan talinya tidak ditemukan. Di perjalanan menuju ke laut, ingatan Loku hanya tertuju pada diri Adobala, adik yang sangat ia sayangi. Tidak kunjung ditemuka pancing yang ia cari. Secercah sinar matahari sudah mulai menjingga di ufuk timur. Loku belum menemukannya juga. Setiap batu karang di sekitar ia memancing dibaliknya dan benar-benar ia teliti keberadaan pancing dan talinya. Seharian ia mencari juga tidak menemukan barang yang ia cari sejak semalaman. Ia bertambah bingung dan mengkhawatirkan dirinya jika akan tidur saat malam tiba. Ia berencana tidur pada dahan pohon bakau yang besar di pinggir laut karena takut jika dicaci maki lagi oleh adiknya. Saat pagi hari berikutnya, Loku melanjutkan lagi. Tiba-tiba ada seekor ikan besar menuju ke arahnya. Ia segera membidik ikan besar itu dan kena sampai menggelepar.
            Ikan yang cukup besar untuk buruan pertama Loku. Setelah itu, ada kejanggalan yang ia dengar. Ada suara anjing yang datang dari dasar laut dan semakin mendekat. Tiba-tiba bermunculan orang-orang dari dalam laut dengan membawa perlengkapan berburu berupa parang, busur, panah, dan tombak. Salah seorang pemburu itu bertanya demikian, “Hai kawan. Apakah kamu melihat seekor babi besar yang lari ke sini? Kalau melihat, ke arah mana lagi ia berlari?”
            “Maaf kawan, saya tidak melihat babi yang melintas di sini. Tidak mungkin babi bisa berlari di air laut seperti ini. Namun aku baru saja berhasil memanah seekor ikan besar. Itu ikannya masih menggelepar,” jelas Loku dengan suara parau.
            “Ya ini dia babi yang kami kejar bersama anjing-anjing ini. Kamu memang hebat, kawan. Lihatlah betapa kami sangat bergembira! Baiklah, karena kamu telah berhasil mematikan buruan kami maka kamu berhak mendapatkan bagian yang terbaik dan terbanyak. Tetapi, kita membagikannya tidak sini, melainkan di sana, tempat kami hidup,” ungkap pemimpin pemburu itu.
            Mendengar ajakan orang-orang asing itu, Loku menjadi sangat heran dan bahkan takut. Ia tidak percaya bisa mengikuti ajakan orang-orang itu ke dalam laut. Lalu pemimpin pemburu itu menutupkan mata Loku dan ketika mata Loku dibuka, ia melihat pemandangan yang sangat indah. Belum pernah ia melihat panorama yang tenang selama hidupnya. Loku bersama orang-orang itu berjalan menuju ke sebuah perkampungan. Loku sangat heran atas apa yang ia lihat dan rasakan. Ia benar-benar baru pertama ini melihat dunia yang sangat menawan. Dalam benaknya, Loku berpikir bahwa orang-orang yang mengajaknya adalah para mahluk halus.
            Para pemburu itu berkata kepada Loku, “Mari kita bakar hasil buruan yang besar ini, kawan. Tetapi sebelumnya kami akan meminta pertolonganmu. Raja kami sedang jatuh sakit selama tiga hari ini. Sudah ada berapa orang yang berusaha mengobati tetapi tidak lekas sembuh. Mungkin kamu dapat menolong raja kami, kawan.”
            Loku menyanggupi permintaan mereka. Ia menaiki tangga rumah raja. Saat sampai di lantai paling atas, Loku tiba-tiba terkejut dan takut. Betapa tidak, ia melihat ada sepotong tali pancing adiknya yang sedang dicarinya memanjang hingga di perbaringan raja. Rupanya setelah ia tebak, orang-orang mahluk halus itu tidak mampu melihatnya. Secara perlahan-lahan Loku menggulung tali pancing itu dengan sangat hati-hati. Ia berperangai layaknya seorang tabib yang sangat sakti mandraguna. Namun, Loku terkejut lagi karena tali itu berakhir di dalam mulut sang raja. Ia sendiri merasa takut dan menahan gemetar melihat badan sang raja yang amat kekar. Loku teringat akan kejadian malam itu ketika merasakan sentakan yang cukup dan mamutuskan tali pancing. Loku mengambil sirih pinang dan mengunyahnya lalu disemburkan beberapa kali pada leher dan bagian tubuh raja yang sakit. Ketika Loku meminta membukakan mulut raja, ia melihat jelas pancing di dalam mulut raja adalah pancing milik adiknya yang tertancap. Loku langsung mencabut mata kail yang menancap di rahang raja. Setelah dicabut, raja merasakan kesembuhan. Loku keluar rumah raja sembari memegang erat tali dan mata kail itu. Ia berjalan pada sekumpulan orang-orang halus itu. Mereka bersorak gembira atas keberhasilan Loku menyembuhkan raja mereka dari sakit. Banyak hadiah yang mereka persembahan kepada Loku berupa emas, gading, dan barang-barang berharga lainnya.
            Seperti ketika awal sebelum masuk ke dunia lain itu, Loku memejamkan mata dan setelah dibukanya, ia kembali ke tempat semula. Loku gembira bisa kembali ke rumah dengan membawa pancing dan talinya yang putus. Dilihatnya Adobala sedang menyesali perbuatan terhadap Loku sehingga pergi selama berhari-hari. Kesedihan sirna saat mereka bertatap muka dan saling berpelukan. Hidup mereka berdua seperti sedia kala, rukun dan damai tanpa ada perselisihan.
            Pada suatu hari, Loku meminta Adobala untuk menyadap lontarnya di kebun. Adobala melakukannya dengan senang hati. Saat membawa nira, tiba-tiba nira yang dibawanya tertumpah karena talinya putus. Adobala langsung takut meningat akan perbuatan yang pernah ia lakukan terhadap kakaknya. Ia kebingungan dan memikirkan semua yang akan terjadi. Namun ia yakin bahwa kakaknya pasti akan memberi maaf. Adobala pulang dan secara perlahan-lahan menceritakan kejadian sewaktu perjalanan pulang ke rumah. Langsung saja Loku menghujani dengan cacian kata-kata kasar terhadap Adobala atas perbuatannya itu. Adobala sangat malu dan sakit hati. Adobala diusir pergi jauh-jauh dan ketakutan karena Loku mengusirnya dengan kasar menggunakan sebilang parang panjang yang akan dihunuskan di perutnya. Adobala sangat sedih meratapi perbuatannya dan merasakan menyesal atas tindakan kakanya. Adobala berjalan kaki menuju ke sebuah hutan yang tidak jauh dari rumahnya. Ia tidak bisa mengorek-ngorek nira yang telah tumpah di tanah. Harapannya sirna.
            Akhirnya Adobala berhenti pada sebuah pohon besar di hutan itu. Saat akan memejamkan matanya, ia mendengar suara, “Hai, Adobala, mengapakah kamu menangis di sini?”
            Adobala terkejut dan mencari sumber suara aneh itu, menoleh ke kanan dan kiri tetapi tidak ada orang lain yang ada di dekatnya. Ternyata ia mendapatkan sumber suara itu, yaitu pohon lua (pohon hutan yang tak berduri, biasanya digunakan untuk keperluan di ladang dan untuk mengikat). “Lua, kawanku! Tolonglah aku yang malang ini. Terserah mau kau kemanakan diriku, yang penting aku tidak ditemukan oleh kakakku. Kalau dia menemukanku pasti akan membunuhku!”
            “Marilah kita pergi saja ke langit, kawan. Di sana kamu pasti bahagia karena tanahnya subur. Kamu bisa bercocok tanam apa saja,” jawab Lua.
            Adobala penasaran bagaimana ia bisa mencapai di langit dan hidup di atas sana. Adobala pun merasakan senang apabila bisa hidup di langit nan jauh di sana. Lalu Adobala memanjat pohon Lua dan berhenti pada dahan yang paling besar. Pohon Lua menjalar sampai ke langit dengan membawa Adobala. Setelah sampai di langit, Adobala turun dan menginjakkan kakinya di langit yang subur tanahnya. Sementara Lua kembali ke bumi dalam sekejap. Beberapa hari kemudian, Loku datang menemui Lua.
            “Hai Lua, kamu bawa ke mana Adobala? Pasti kamu membawanya ke langit sana. Tolonglah aku! Hantarkan aku menemui Adobala!” kata Loku.
            Namun Lua tidak bersedia membawa Loku ke langit untuk bertemu dengan Adobala. Tanpa berlama-lama, Loku langsung marah dan ditebangnya Lua dengan parang yang ia bawa dari rumah. Lua telah tumbang, Loku tidak dapat ke langit, sebaliknya Adobala tidak ada kemungkinan untuk turun ke bumi.
            Di langit nan jauh di sana, Adobala dengan senang hati menanam sayuran dan buah-buahan di kebunnya yang subur. Pagar-pagar kebunnya merupakan gugusan bintang-bintang yang berderet mengelilinginya. Gugusan bintang itu tampak bersinar setiap bulan Mei dan Juni. Pemandangan itu dapat dilihat oleh siapa saja dan jika mengetahuinya, itulah kebun milik Adobala atau “Adobala Neteken”. Pada saat itu menandakan bahwa Adobala sedang memanen hasil kebunnya. Demikian yang terjadi pada orang-orang di bumi. Jika melihat pemandangan gugusan bintang-bintang yang berderet rapi, beberarti mereka memasuki masa panen. Memanen hasil kebun mereka di kebun bumi.
            Hingga saat ini, semua orang Flores Timur terutama masyarakat Kecamatan Wulan Gitang jika melihat Adobala Neteken sudah muncul di langit, itu berarti pertanda bahwa musim menuai tanaman sudah tiba. Mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk memanen. Lumbung-lumbung dibersihkan, tali-tali pengikat juga dipersiapkan di lumbung tersebut. Tali-tali tersebut adalah hasil dari pohon Lua, sejenis tanaman hutan yang menjalar panjang dan terdapat di hutan-hutan Flores.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Nusantara "Lembu Suro"

Cerita Rakyat Nusantara "Batu Golog"

Cerita Rakyat Nusantara "Pangeran Purbaya"