Cerita Rakyat Nusantara "Saudagar Borong"
Cerita Rakyat Daerah
Kalimantan Barat
12. Saudagar Borong
12. Saudagar Borong
Alkisah, pada sebuah daerah di
pesisir Kalimantan Barat, terdapat kota dagang yang sudah terkenal dan ramai.
Tidak sedikit saudagar kaya yang tinggal di sana untuk sementara bahkan menetap
sebagai penduduk tetap di sana. Ada satu di antara saudagar-saudagar itu yang
paling kaya dan banyak rekan dagangnya. Saudagar terkaya itu bernama Borong. Ia
lebih akrab dipanggil Borong oleh rekan-rekannya karena suka memborong
barang-barang dagangannya dalam jumlah besar.
Ia hidup dalam bergelimang harta
kekayaan hasil dari dagangannya. Meski begitu, Saudagar Borong merupakan orang
yang tidak sombong dan tidak suka tinggi hati. Tutur katanya sopan santun
sehingga banyak orang yang menyegani Saudagar Borong. Ia sangat dermawan,
menolong fakir miskin. Setiap hari rajin berdoa supaya semua kehidupan yang ia
jalani selalu dalam keadaan selamat dan diberi rejeki yang lancar. Saudagar
Borong beristri empat orang dan semuanya berparas cantik. Setiap kali akan
berlayar mengarungi samudera, Saudagar Borong sering menanyakan oleh-oleh apa
yang diinginkan dari istri-istrinya itu. Istrinya yang keempat memiliki watak
dan tingkah laku yang berbeda dibandingkan ketiga istrinya. Istri yang keempat
itu merupakan wanita yang saleh, rajin beribadah, suka menolong, dan, sangat
lembut tutur katanya kepada Saudagar Borong.
Saudagara Borong sangat menyanyangi
istrinya yang keempat, tetapi justru dibenci oleh ketiga istri itu. Istri yang
pertama, kedua, dan ketiga dianggap istri yang berperangai buruk. Mereka tidak
setia kepada Saudagar Borong karena selalu pergi dari rumah ketika Saudagar
Borong pergi berdagang. Mereka suka berbelanja barang-barang yang berharga dan
tidak penting untuk urusan rumah tangga.
Pada saat waktunya untuk berdagang,
Saudagara borong bersiap-siap untuk berlayar ke negeri seberang. Ia menanyakan
oleh-oleh apa yang diinginkan istri-istrinya itu. Istri pertama, kedua, dan
ketiga menjawab tak beraturan. Mereka meminta oleh-oleh barang-barang berharga
seperti intan berlian, emas, kain sutera, dan lain-lain. Lalu istri yang
keempat meminta kepada Saudagar Borong untuk membawakan oleh-oleh akal sehat.
Permintaan istri yang keempat sungguh aneh sekali dan justru selalu
terngiang-ngiang dalam pikiran Saudagar Borong.
Saat Saudagar Borong sudah berlayar,
ia termenung atas permintaan istrinya itu yang sungguh aneh. Ia bingung karena
tidak ada yang menjual akal sehat, berbeda dengan emas dan berlian. Setelah
sekitar satu bulan berlayar ke negeri seberang, Saudagar Borong akan kembali ke
Kalimantan Barat. Ia sudah membelikan berbagai macam barang berharga yang
sangat indah dan bagus, tetapi tidak membawakan permintaan istri yang keempat.
Setiap pelosok kota sudah ia jelajahi. Orang-orang keheranan karena perilaku
Saudagar Borong tidak seperti biasanya. Ia menanyakan penjual akal sehat itu di
mana. Saat melanjutkan pelayaran, ada kejanggalan yang menimpa Saudagar Borong.
Kapalnya selalu berguncang terhempas angin setiap akan berlayar. Peristiwa itu
ditanggapi oleh Saudagar Borong bahwa ini merupakan pertanda dari sang istri
supaya tidak kembali ke Kalimantan Barat sebelum mendapatkan oleh-oleh aneh
itu.
Saat berlabuh kembali, Saudagar
Borong langsung merenung di bawah pohon cemara pantai. Ia didatangi seorang
anak laki-laki dan bertanya, “Bapak sepertinya bukan orang miskin. Mengapa
Bapak terlihat bingung dan gelisah?”
“Kekayaan harta duniawi itu belum
tentu menjamin seseorang bebas dari kesusahan, Nak. Kadang kita tidak
mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Aku tidak bisa memenuhi keinginan istrinya
yang meminta akal sehat,” jawab Saudagar Borong.
Mendengar perkataan Saudagar Borong,
anak itu justru tertawa tertawa terbahak-bahak. Lalu anak itu menyuruh Saudagar
Borong untuk bertemu dengan seorang kakek bijaksana yang tidak jauh dari pantai.
Kakek itu seorang yang bijaksana dan suka menolong orang yang murung hatinya,
tetapi sulit untuk ditemui. Beberapa hari Saudagar Borong mencari keberadaan
kakek itu di pesisir. Setiap hari ia berderma kepada nelayan miskin di pantai
itu. Hingga hari ketujuh, Saudagar Borong masih mengitari daerah itu. Dari
kejauhan ada seorang kakek yang duduk bersimpuh pada sebuah batu. Dalam
hatinya, pasti kakek itu adalah orang yang ia cari selama ini. Lalu, mereka
berkenalan dan Saudagar Borong mulai bercerita panjang lebar mengenai
kehidupannya. Setelah bercerita sekian lama, Saudagar berhenti sejenak,
sedangkan kakek itu berkata secara perlahan-lahan, “Wahai anakku, engkau
terlalu banyak istri, padahal tiga dari keempat istrimu adalah wanita yang
tidak setia meskipun cantik. Engkau harus menceraikan ketiga istrimu itu agar
hidupmu bahagia. Cukup satu saja, sesuai dengan adat yang berlaku.”
“Bagaimana mungkin, wahai Kakek?
Bagaimana caranya saya memilih satu di antara keempat istri?” tanya Saudagar
Borong.
“Begini, anakku. Saat engkau kembali
ke Kalimantan Barat, janganlah engkau terburu-buru melabuhkan kapalmu. Biarkan
saja dulu kapalmu mengapung didi tengah. Turunlah engkau menggunakan perahu.
Gunakan pakaian anak buahmu, dan robeklah supaya tampak compang-camping dan
basah kuyup. Lalu, saat engkau bertemu dengan para istrimu, katakan saja bahwa
kapalmu tenggalam, barang dagang hancur, dan terlilit utang untuk kembali ke
rumah,” kata kakek.
Mendengar nasihat kakek yang
bijaksana itu, Saudagar Borong merasa puas. Ia mengucapkan terima kasih kepada
kakek dengan memberikan uang yang banyak, tetapi kakek menolak dan berkata,
“Selama tujuh hari ini engkau senang memberi uang kepada nelayan di sini. Semua
yang engkau lakukan sudah cukup sebagai upah untuk membeli akal sehat ini.”
Saudagar Borong hanya termangu mendengar perkataan kakek.
Akhirnya Saudagar Borong berpamitan
dengan kakek. Lalu kapalnya berlayar mengarungi samudera kembali ke Kalimantan
Barat. Setelah sampai di Selat Karimata dan mendekati pelabuhan, Saudagar
Borong memberhentikan kapalnya lalu ia mendarat menggunakan perahu dan
menggunakan pakaian compang-camping. Setelah sampai di pelabuhan, ia segera
menuju ke rumahnya. Saat tiba di rumahnya, ketiga istrinya sedang makan bersama
di teras rumah. Mereka melihat suaminya dengan kondisi seperti itu, terheranlah
dan merasa jijik. Saudagar Borong mengatakan bahwa ia mengalami kerugian besar
dan kapalnya tenggelam di tengah laut. Seketika istri pertama membentak dan
marah mengusir Saudagar Borong pergi dari rumahnya. Ketiga istri itu
mengusirnya seperti mengusir seekor anjing berpenyakit dan kelaparan. Namun
Saudagar Borong tidak segera pergi. Ia dilihat oleh istri yang keempat. Ia
justru disambut dengan senang hati dan bahagia karena suaminya telah kembali.
Setelah itu istrinya membawa masuk Saudagar Bogor dan memberikan handuk agar
segera membersihkan diri. Istrinya segera membuatkan segelas kopi panas dan
pisang goreng.
Setelah mandi, Saudagar Borong
merapikan diri dan meminum kopi yang telah disediakan istrinya sambil memakan
pisang goreng yang masih hangat. Saudagar Borong mengetahui istri mana yang
setia kepadanya. Lalu, ia mengurus perceraian terhadap istri pertama, kedua,
dan ketiga. Ketiga istri itu sangat menyesal karena ketidaksetiaannya menjadi
istri Saudagar Borong. Selanjutnya, Saudagar Borong hidup bahagia dengan
istrinya yang setia itu sampai akhir hayatnya dengan keturunan yang baik dan
suka berderma.
Komentar
Posting Komentar